Autumn Quotes

Bittersweet October. The mellow, messy, leaf-kicking, perfect pause between the opposing miseries of summer and winter. ~Carol Bishop Hipps

Story : Waiting Again

|

Senin, 10 Oktober 2011


Taman pada saat sore hari di musim gugur… Benar-benar tempat yang cocok untuk menenangkan diri atau berkencan, beberapa individu terkumpul di sana dengan kegiatannya masing-masing, ada yang terlihat sibuk dengan buku gambar dan pinsil di tangannya, mungkin orang itu sedang melukis, ada juga sepasang kekasih yang sedang bercanda, anak-anak pun ikut bermain di taman itu. Eh, ternyata ada seorang gadis yang sedang duduk di bangku taman itu, duduk di bawah pohon rindang yang tertutup dengan daun-daun berwarna kemerahan, ah, itu adalah Crystal… Kelihatannya sedang menunggu seseorang, karena dari tadi matanya selalu melirik ke arah pintu masuk, seperti sedang mencari seseorang…

“Crystal…”

Gadis itu pun menoleh, didapatinya seorang lelaki sedang berjalan ke arahnya, ternyata lelaki itu yang sedaritadi ia tunggu, tangannya menggenggam sebuket bunga, bunga untuknya mungkin?

Crystal tersenyum, lelaki itu pun membalasnya dari jauh, dua senyuman itu memberi kemiripan yang kentara pada kedua orang itu.

“Kakak!”

Ah, tentu saja… Dia memang kakak Crystal, namanya Lee, umurnya 19 tahun, dengan tubuhnya yang proporsional, mata yang tajam dan tegas namun tetap menyiratkan keramahan, rambutnya yang cukup panjang selalu berantakan, namun hal itu malah membuatnya terlihat lebih keren, dan tentu saja, wajah tampan yang mirip dengan Crystal, namun tentu saja Crystal terlihat cantik.

Sedangkan Crystal, seorang gadis berumur 17 tahun yang cantik, dengan kacamata yang selalu tersampir di atas hidungnya yang mancung, mata yang mirip dengan kakaknya, namun milik Crystal sedikit lebih bulat dan berbinar, rambutnya pendek, tak seperti gadis lainnya yang rata-rata sampai sepanjang punggung, namun rambut pendeknya memberikan daya tarik tersendiri baginya. Tubuhnya tidak begitu tinggi, tapi sangat ramping dan kakinya pun panjang, membuat tubuhnya terlihat ideal.

Lee menghampiri adiknya, senyuman tak lepas dari wajahnya.

“Ini!”

Sebuket bunga yang ia pegang tadi ia serahkan kepada Crystal, dan tentu saja membuat Crystal senang sekaligus bingung.

Seakan bisa membaca pikiran Crystal, Lee mengatakan alasannya memberi bunga.

“Kau berhasil memenangkan olimpiade matematika lagi ‘kan? Bunga ini kuberikan sebagai tanda selamat.” Ujar Lee sambil tersenyum.

Crystal mengangguk paham, sebuah senyum mengembang di wajahnya yang kecil, membuat eye smile yang cantik.

“Terima kasih, kak… Ternyata kakakku yang tampan ini bisa berbuat baik padaku juga…” Goda Crystal, senyuman cerahnya berganti menjadi senyuman jahil.

Lee hanya mengacak-acak rambut Crystal, sekarang tawa terdengar dari sepasang kakak-adik itu.

“Oh ya, Crystal… Aku lapar, temani aku makan ya! Kau juga belum makan bukan?”

Crystal hanya mengangguk, matanya terus menatap ke arah bunga yang diberi oleh kakaknya itu, sekali-kali ia juga menghirup aroma bunganya.


·


Lee terus menatap adiknya yang makan dengan lahap, ternyata seorang gadis dengan gadiswajah yang cantik dan tubuh yang ramping itu… Makannya serakus ini? Pikir Lee. Akhirnya Lee tertawa, membuat Crystal berhenti makan dengan pipi yang mengembung karena penuh makanan, mukanya terlihat bingung.

“Kenapa kakak tertawa?” Tanya Crystal polos.

“Kau ini… Rakus sekali…” Jawab Lee, masih dengan tertawa.

Crystal tidak menjawab, namun wajahnya bersemu merah.

“Aku ‘kan lapar!” Elak Crystal.

Lee hanya tertawa, diusapnya rambut Crystal sayang.

“Aku tahu, kok. Makan yang banyak, ya…” Senyum Lee.

“Ngomong-ngomong, kenapa kakak tidak memakan ramen kakak? Bukankah tadi kakak bilang lapar?” Tanya Crystal lagi.

Lee tidak menjawab, namun dia menyodorkan mangkok ramennya yang masih cukup penuh kepada Crystal, lalu memindahkan isinya ke dalam mangkok Crystal menggunakan sumpit. Crystal pun kaget dengan perlakuan kakaknya itu.

“Aku sudah merasa kenyang dengan melihatmu makan, kau saja yang makan ya?”

Crystal terpaku, ia tatap kakaknya itu.
Baik, sangat baik… Beruntung sekali Crystal punya kakak sebaik Lee. Meskipun sudah tidak memiliki kedua orang tua, tapi Crystal sudah merasa cukup dengan kehadiran kakaknya itu, lebih dari cukup malah.

Crystal tersenyum melihat kakaknya, membuat eye smilenya kembali terlihat, lalu kembali menyantap ramennya dengan lahap.

Sejenak Lee terheran karena Crystal tiba-tiba tersenyum ke arahnya, namun wajah herannya langsung terganti dengan senyuman, senyum yang sangat tulus, yang hanya ia tujukan pada adik kesayangannya.

Bagi Lee, seorang Crystal juga sudah lebih dari cukup, Lee tak bisa membayangkan bagaimana hidupnya tanpa Crystal, Crystal sangat manis, Crystal juga selalu menghibur Lee di saat Lee butuh seseorang yang memberinya semangat, senyuman Crystal selalu membuat hatinya tenang.

Crystal sudah menjadi bagian dari hidupnya…


·


“Apa tidak ada cara lain, dok?”

“Maaf…”

Lee pun keluar dari ruang pemeriksaan, lalu berjalan dengan pandangan yang kosong.

Kanker otak… Stadium akhir…

Lee terdiam di lorong rumah sakit, air matanya mulai menggenang, namun tidak jatuh, ia tahan sekuat tenaga supaya air matanya tidak jatuh.

Gagal, air matanya turun membasahi pipinya, mata tegas miliknya itu berubah menjadi sendu dan berlinang air mata.
Lee takut, sangat takut, namun bukan takut akan penyakit yang akan merenggut nyawanya, melainkan…

Ia takut, bagaimana jika ia tidak bisa bertemu dengan Crystal lagi? Bagaimana jika ia harus meninggalkan Crystal??

Berbagai cara sudah ia usahakan supaya ia tetap hidup, namun nihil, sampai sekarang, hanya ada satu cara untuk menyembuhkan penyakitnya itu…

Operasi, dan persentase keberhasilannya 6% …

Tentu saja ini sangat menyakitkan, kemungkinan besar operasinya gagal, dan bila gagal… Itu berarti…

Dia harus meninggalkan Crystal…

Air mata Lee mengalir semakin deras, cukup lama ia menangis di lorong rumah sakit yang sepi itu, sampai akhirnya dia menghapus air matanya dan keluar dari rumah sakit.

Yang Lee pikirkan sekarang adalah, apa dia harus memberitahu Crystal soal penyakitnya ini? Lee bahkan harus menjalani operasinya di luar negeri…

Akirnya Lee memutuskan untuk berbohong pada Crystal.


·


Lee masuk ke dalam rumahnya, dia lihat sepasang sepatu sudah bertengger rapi di raknya, itu berarti Crystal sudah pulang, tapi ke mana Crystal? Tidak ada tanda-tanda kehadirannya di rumah, bahkan rumahnya saat ini lebih sunyi daripada kuburan.

Lee mencoba mencari Crystal di kamarnya, namun nihil, tidak ada Crystal di sana, maka Lee pun mencoba mencarinya di ruangan lain, ah… Ternyata ada! Crystal sedang duduk di bangku kecil yang terletak di halaman belakang, pandangannya terarah ke langit yang menampakkan warna kebiruan, di telinganya terpasang earphone berwarna pink.

“Crystal?” Panggil Lee.

Crystal menoleh, ia lepas earphone yang menyangkut di telinganya.

“Kakak!”

Lee duduk di hadapan Crystal, wajahnya yang terlihat serius sekaligus sedih itu membuat Crystal terheran, namun dia diam saja, menunggu kakak lelakinya itu bicara padanya.

“Crystal, ada yang ingin aku bicarakan denganmu…” Lee mulai bersuara.

Crystal hanya menatap kakaknya, masih dengan tatapan heran, ia tajamkan telinganya untuk mendengar pembicaraan kakaknya yang sepertinya sangat penting.

Lee membalas tatapan Crystal sebentar, lalu menghela napas sebelum ia lanjutkan perkataannya.

“Crystal… Sudah kuputuskan, aku akan melanjutkan kuliah di luar negeri… Dan aku akan pergi besok.” Ujar Lee tanpa menatap Crystal, ia menatap meja yang menjadi pemisah antara bangku yang diduduki Lee dan bangku Crystal dengan pandangan yang kosong.

Crystal terkejut, kepalanya yang tadi menunduk menatap kakinya ia angkat, matanya melebar, namun ia masih terdiam.

“Kau tidak usah khawatir, aku sudah mempersiapkan segalanya…” Lee tersenyum dan meraih pundak Crystal yang ada di hadapannya.

Ya… Mempersiapkan surat wasiat dan kematian…

“Tapi… Kenapa tiba-tiba? Kalau sudah direncanakan sebelumnya, kenapa baru memberitahuku sekarang?” Tanya Crystal.

Inilah yang Lee khawatirkan, kalau Crystal bertanya seperti ini, akan membuatnya makin merasa bersalah.

“Maafkan kakak, ya… Aku hanya tidak bisa memberitahumu sebelumnya…” Hanya itu yang bisa Lee ucapkan pada adiknya.

Crystal tertunduk, ia mengayun-ayunkan kakinya, sempat terlihat oleh Lee wajahnya yang menunjukkan kemarahan.

“Jadi… Akan pergi besok?” Crystal bertanya untuk memastikan.

Ucapan mengiyakan terdengar oleh telinga Crystal. Crystal tidak percaya bahwa kakak yang sangat ia sayangi itu tega merahasiakan hal ini darinya, sebenarnya jika Lee sudah bilang sejak dulu bahwa ia akan kuliah di luar negeri, Crystal tidak akan marah, tetapi, jika Lee baru memberitahu sehari sebelum keberangkatannya begini, tentu saja Crystal marah. Namun ia tahan kemarahannya itu, Crystal pikir, pasti kakaknya memliki alasan mengapa ia tidak memberitahu tentang hal itu secepatnya.

Tiba-tiba tangan Lee yang sejak tadi menempel di bahu Crystal terangkat, beralih ke puncak kepala Crystal, membuat Crystal mengangkat kepalanya, menatap kakaknya itu.

“Mungkin akan lama aku meninggalkanmu, tapi percayalah, aku pasti akan kembali!”

Meskipun Lee berkata pasti akan kembali, namun dari lubuk hatinya ia tidak yakin bahwa ia akan kembali lagi, menemui adiknya.

Awalnya Crystal masih sedikit merengut, tapi melihat senyum Lee, dia ikut tersenyum.

“Tentu saja, kak!”


·


Lee tengah terlelap di atas kasurnya, namun tiba-tiba matanya terbuka, sakit yang hebat ia rasakan di kepalanya, ia rasakan juga sesuatu mengalir dari hidungnya, dengan tangan kanan mencengkeram kepalanya dan tangan kirinya yang menutup hidungnya, ia berusaha menahan sakit yang menyerangnya itu. Keringat dingin mulai turun dari tengkuknya, pandangannya pun ia rasakan mengabur, namun ia berusaha untuk tetap sadar, dan perlahan ia tengadahkan tangannya yang tadi ia gunakan untuk menutup hidungnya, dalam gelapnya kamar itu, Lee berusaha melihat tangannya.

Darah, tangannya berlumuran darah.

Kini tangan kanannya sudah tidak mencengkeram kepalanya lagi, melainkan meremas sprai kasurnya, tubuhnya menggeliat berusaha menahan sakit, cukup lama Lee merasakan perih yang amat dahsyat itu, sampai akhirnya rasa sakit itu menghilang…

Lee beranjak dari kasurnya, lalu berjalan ke arah dapur, berniat untuk mencuci tangan kirinya yang berlumuran darah.

Untunglah Crystal tidak terbangun dari tidurnya, padahal tadi suara gaduh dari kamar Lee terdengar cukup jelas, mungkin ia sudah benar-benar terlelap.

Usai mencuci tangannya, Lee kembali ke kamar, dibereskannya kasur yang sudah berantakan karena kegelisahannya tadi, lalu merebahkan dirinya kembali ke atas kasur. Pandangannya terarah ke langit-langit kamar yang gelap, namun pikirannya melayang.

Baiklah, kini Lee merasa takut dengan penyakitnya itu. ternyata rasanya sesakit ini, ya? Bagaimana jika Lee sudah tidak bisa menahan sakitnya lagi seperti tadi? Selain itu… Apakah operasinya akan berjalan dengan lancar? Operasi dengan persentase keberhasilannya 6% …


·


Crystal menyerahkan sebungkus makanan pada Lee, membuat Lee tertawa.

“Kenapa kakak tertawa?” Tanya Crystal, pipinya mengembung sebal.

“Kau ini ada-ada saja… Di pesawat nanti, pasti akan ada pramugari yang berkeliling untuk menawarkan makanan, tidak usah membawa bekal pun tak apa-apa…” Jelas Lee.

“Ya sudah kalau kakak tidak mau membawa bekalnya, aku juga belum sarapan…”

“Eh, tunggu dulu!” Lee menahan Crystal yang hendak memasukkan bungkusan makanan itu ke dalam tasnya.

Crystal mengangkat sebelah alisnya, mengisyaratkan pertanyaan.

“Sepertinya sudah lama aku tidak memakan masakanmu, ya sudahlah, aku bawa saja bekalnya ya!”

Lee merebut bungkusan makanan itu dari tangan Crystal sambil terkekeh, awalnya Crystal hanya cemberut, namun melihat wajah Lee yang terlihat bodoh, membuat Crystal tertawa juga.

“Nah, Crystal… Aku berangkat, ya! Selama aku tak ada, jangan lakukan hal yang aneh-aneh!” Ancam Lee.

“Issh, kakak ini… Memangnya aku akan melakukan apa? Jangan berpikir yang tidak-tidak! Lagipula aku masih sekolah, aku belum memikirkan hal itu! Yang seharusnya dikawatirkan itu kakak sendiri! Sudah 19 tahun tapi belum punya pacar juga…” Ucap Crystal dengan nada mengejek.

Lee mengacak rambut Crystal gemas, yang tentu saja mendapatkan protes dari sang pemilik rambut.

“Tanpa kau suruh pun, sudah banyak gadis-gadis yang mengantri untuk menjadi pacarku, aku hanya tinggal memilihnya saja, weee!” Lee menjulurkan lidahnya pada Crystal.

Crystal hanya tertawa melihat tingkah kakaknya itu. Dasar pasangan kakak-adik yang akrab, candaan ringan di antara mereka pun sudah cukup untuk memperlihatkan betapa kuatnya ikatan persaudaraan mereka.

“Ah, aku benar-benar berangkat sekarang, sudah ya! Pokoknya jaga kesehatan, dan tunggu aku! Aku pasti akan kembali!” Kali ini Lee benar-benar pergi, diseretnya koper dan semua bawaannya, kepalanya menghadap belakang dan tangannya melambai ke arah Crystal.

Crystal membalas lambaiannya dan tersenyum.

“Kakak juga jaga kesehataaan! Pasti kembali yaaa!!”

Lee yang sudah semakin jauh dari adiknya itu pun tersenyum, lalu membalikkan badannya, memperlihatkan punggung tegapnya pada Crystal.

Senyum yang terlukis di wajah Crystal perlahan-lahan memudar, matanya menatap punggung Lee yang semakin menjauh dari pandangannya.

Mulai hari ini, ia akan menjalani kehidupan tanpa kehadiran kakaknya, akhirnya, selama tujuh belas tahun bersama-sama, ia terpisah juga dari kakaknya, tapi… Perlahan air mata turun membasahi pipinya, namun segera saja dihapus oleh Crystal, yaaah… Meskipun ia tidak tahu kapan kakaknya akan pulang, tapi yang jelas, Lee pasti kembali ‘kan?


·


“Anda mempunyai waktu enam bulan untuk mencintai dunia, pergunakanlah waktu itu sebaik mungkin…” Ucap dokter yang akan mengoperasi Lee.

Lee mengangguk, ia langkahkan kakinya keluar dari ruangan dokter itu, sampai akhirnya ia memberhentikan langkahnya di sebuah taman.

“Ternyata Jepang indah, ya…” Gumam Lee pada dirinya sendiri.

Ya, Lee akan melakukan operasinya di Jepang, dan kebetulan saja saat ini sedang musim semi, jadi Lee bisa melihat pohon sakura dengan bunganya yang indah. Terbesit di pikiran Lee untuk membawa Crystal ke tempat ia berdiri saat ini, untuk melihat keindahan musim semi di Jepang, tapi tidak dalam keadaan sakit, melainkan dalam keadaan sehat, sangat sehat, tanpa ada beban apapun dalam dirinya. Tapi, apakah bisa terwujudkan?

Kini Lee duduk di bangku taman yang terdapat di belakang kakinya, rambut hitamnya terbawa angin yang bersemilir ramah, membuat perasaan menjadi tenang…

Lee memejamkan matanya, memutar kembali ingatannya ke waktu yang lalu, dari mulai ia balita, di mana ayah dan ibunya masih bersama-sama dengannya, ayahnya yang memegang tangannya, ibunya yang menggendong Crystal yang masih bayi, lalu canda tawa yang terdengar dari mulut mereka.

Beralih ke waktu yang lain, di mana ia sedang bersepeda dengan Crystal, ia masih merasakan segarnya angin saat itu, lalu suara tawa Crystal yang manis, dan juga, bantal duduk sepedanya yang nyaman, semua itu masih segar dalam ingatannya.

Beralih lagi ke waktu yang lain, ingatan yang masih baru, saat ia memberikan bunga pada Crystal karena Crystal berhasil memenangkan olimpiade. Ia masih bisa merasakan harumnya bunga itu, lalu wajah ceria Crystal saat ia menerimanya, ah iya, saat ia melihat Crystal makan dengan lahap pun, ia masih mengingatnya, jelas sekali. Dii saat-saat itulah ia merasa menjadi orang paling bahagia sedunia.

Perlahan tetsan air turun dari mata Lee yang terpejam, saat-saat itu, apakah akan terulang lagi? Apakah ia mampu sembuh dari penyakitnya yang makin mengganas ini sehingga ia bisa mengulang saat-saat bahagia itu?


·


Enam bulan terasa berlalu begitu cepat, kini tiba saatnya Lee harus menjalani operasi yang menyakitkan itu.

“Tuan Lee, apakah anda siap?” Tanya dokter yang akan mengoperasinya.

Lee hanya mengangguk, dia akan menjalani operasi yang menentukan hidup matinya. Perasaannya sangat takut, keringat dingin tidak berhenti mengalir dari tengkuknya.

Perlahan jarum bius mulai menembus kulitnya, membuat mata Lee menjadi berat, dan sebelum ia menutup matanya, mulutnya menggumamkan sesuatu.

“Crystal…”

***

Crystal yang sedang mengerjakan ujian negara tiba-tiba tersentak, ia merasa ada yang memanggilnya dari jauh, ia menolehkan kepalanya pada jendela yang langsung menghadap langit.

“Kakak…?”


·


“Crystaaaaal! Lihat, kau urutan pertama!”

Crystal pun segera mengalihkan pandangannya ke arah papan pengumuman yang dirubungi banyak orang.

Benar, Crystal urutan pertama, nilai-nilai ujiannya jauh melampaui orang-orang yang berada di urutan setelahnya.

Teman-temannya histeris dan menyelamati Crystal, namun Crystal sendiri tidak merasa begitu senang, ia bertanya pada dirinya sendiri.

“Apakah kakak mengetahuinya?”

Sudah tujuh bulan semenjak kepergian Lee, dan Lee sama sekali tidak mengabari Crystal, tentu saja membuat kerinduan Crystal pada kakaknya itu memuncak, ingin sekali ia melihat wajah kakaknya dan merasakan pelukannya lagi.

Air mata mulai menggenang di mata bening Crystal, namun buru-buru disekanya air mata yang sudah siap turun itu.

“Tenanglah Crystal, sebentar lagi, pasti kakak akan datang! Pasti!” Batin Crystal.


·


“Crystal, kau tampak cantik sekali! Ricky pasti akan terpesona dengan kecantikanmu!”

Crystal hanya tersenyum, sekali lagi ia mematut dirinya di depan cermin, pantulan dirinya yang memakai gaun pengantin itu terlihat dengan jelas, gaun pengantin berwarna putih tulang yang menyentuh lantai, dengan sarung tangan sampai siku, hiasan bunga mawar berwarna senada dengan gaun pengantinnya, renda lembut yang tersampir di atas gaunnya, ditambah lagi dengan rambutnya yang sudah sepanjang punggung, rambutnya diurai dan diberi gelombang di bagian bawahnya, di puncak kepalanya pun disisipkan sebuah mahkota kecil. Riasannya sederhana, tetapi tidak mengurangi kecantikan yang terpancar dari dalam dirinya.

Benar-benar seperti seorang dewi.

Seharusnya hari ini menjadi hari yang paling membahagiakan bagi Crystal, namun sayangnya tidak, dia memang bahagia bahwa sebentar lagi akan menjadi seorang istri, istri dari seseorang yang amat ia cintai, Ricky. Tetapi nyatanya ia tidak sebahagia itu, ia ingin sekali didampingi oleh sang kakak di saat upacara pernikahannya, ia ingin dilihat oleh kakaknya saat memakai baju pengantin.

Sudah tiga tahun, dan Lee belum pulang juga. Tetapi Crystal yang sama sekali tidak tahu soal keadaan Lee, terus menunggunya pulang. Dengan sabar ia menghitung hari demi hari, padahal rasa rindunya sudah memuncak.

“Crystal…”

Lamunan Crystal terbuyar karena seseorang menepuk pundaknya.

Lagi-lagi Crystal hanya tersenyum pada orang yang menepuk pundaknya itu. Orang itu adalah calon ibu mertua Crystal, tubuhnya jauh lebih kecil daripada Crystal, sudah lebih dari separuh kepalanya berwarna putih, kerutan pun terlihat di wajahnya, namun beliau sangat ramah, Crystal pun sudah dianggap sebagai anak kandungnya sendiri, begitu juga Crystal yang menganggap beliau sebagai ibunya sendiri.

“Kenapa? Kau tidak suka dengan upacara ini?” Tanya wanita itu lembut, kini tangan keriputnya membelai rambut Crystal.

“Ah, tentu saja tidak, bu. Aku hanya kurang enak badan.” Jawab Crystal berbohong.

“Kalau begitu berhati-hatilah, jangan memaksakan diri jika kau tidak kuat.” Ucap ibu mertuanya.

Crystal mengangguk dan tersenyum manis.

Akhirnya tiba saat upacara pernikahan dimulai, Crystal melihat calon suaminya, Ricky tersenyum hangat ke arahnya, tampan sekali… Sangat serasi dengan Crystal yang juga cantik.

Pernikahan berjalan dengan lancar, namun Crystal tetap merasa ada yang kurang. Tentu saja kakaknya, kakaknya tidak hadir untuk mendampinginya, kakaknya tidak hadir untuk melihat Crystal yang menjadi pengantin.

Padahal Crystal sudah menunggunya, menunggu Lee yang tiba-tiba datang dengan pakaian formal, lalu tersenyum padanya, dan berkenalan dengan adik iparnya.

Tapi semua itu hanya harapan kosong, sampai upacara pernikahan berakhir pun, tidak ada tanda-tanda bahwa kakaknya ada di sana.

Ah iya, Crystal jadi teringat akan ucapan kakaknya sebelum pergi.

“Awas saja jika saat aku pulang nanti aku sudah mempunyai adik ipar atau bahkan keponakan! Tunggu sampai aku kembali!”

Crystal tersenyum, entah senyuman geli atau miris yang dilukisnya, geli karena perkataan kakaknya yang konyol itu, atau miris karena ia telah melanggar ucapannya?

“Maaf, kak… Aku tidak menuruti ucapan kakak.” Gumam Crystal.

Air mata mulai menggenang kembali di mata bening milik Crystal.

“Sudahlah Crystal, kakak pasti akan kembali! Tapi bukan sekarang… Semangat!” Crystal menyemangati dirinya sendiri.


·


“Sudah kau putuskan sebuah nama untuk bayi kita ini?”

“Tentu saja! Kheynie, nama yang bagus bukan? Crystal?”

“Cantik sekali… Ya, aku setuju!”

Crystal dan suaminya tertawa, kemudian dielusnya bayi yang berada dalam gendongan Crystal oleh tangan hangat Ricky.

Crystal sudah memiliki anak, anak perempuan yang manis, kalau dilihat-lihat, wajahnya sedikit menyerupai Lee, membuat Crystal kembali teringat tentangnya.

“Kakak… Ini keponakan kakak, apa kakak tidak mau melihatnya? Bayi ini juga pasti ingin melihat wajah pamannya. Karena itu, cepatlah pulang…” Batin Crystal sambil memandang miris bayi yang berada dalam gendongannya.

“Crystal… Kenapa? Kau tidak suka dengan namanya?” Tanya Ricky khawatir begitu melihat raut wajah Crystal yang berubah.

Buru-buru Crystal menggelengkan kepalanya, menyangkal perkataan suaminya.

“Tentu saja tidak, hanya saja…” Ucap Crystal menggantung.

Ricky mengangkat sebelah alisnya, meminta Crystal untuk melanjutkan perkataannya.

“aku teringat kakakku…”

Hari kelahiran anak pertamanya pun, dilewatkan oleh Crystal tanpa kakaknya…


·


“Kheynie! Sudah berkali-kali ibu ucapkan, jangan terlambat di hari special! Lihat, sudah jam berapa ini? Di hari pertamamu masuk SMP kau sudah telat, dasar!” Crystal mengomel. Ricky yang sedang bersantai pun ikut mengomeli.

“Iya ibu, aku sudah siap, kok! Ayah, ibu! Aku pergi dulu ya!” Kheynie menyampirkan tas selempangnya di pundak kanan, lalu ia mencium sekelas pipi Crystal dan Ricky.

“Hati-hati!” Ucap Crystal dan Ricky berbarengan, ia terus memperhatikan anaknya sampai belok di tikungan dan tak terlihat lagi.

Crystal menghela nafasnya dan tersenyum. Anak kesayangannya sudah menjadi seorang gadis yang anggun dan berkepribadian baik.

Sifatnya benar-benar mirip pamannya, pikir Crystal. Memang, pribadi yang selalu bercanda, sedikit ceroboh, aktif, cerdas, rapi dan tekun. Itu semua adalah sifat Lee, bahkan Crystal saja sama sekali tidak memiliki sifat yang serupa dengan Lee. Kheynie benar-benar menyerupai Lee, membuat rasa rindu Crystal pada Lee semakin bertambah saja.

Crystal sering sekali bercerita tentang Lee pada anaknya, Crystal selalu bilang bahwa sifat Kheynie dan Lee itu mirip, membuat Kheynie penasaran untuk melihat wajah pamannya itu. Tak jarang juga Kheynie bertanya di mana pamannya berada, tapi Crystal selalu menjawab dengan berkata, “Dia sedang sekolah di luar…” memang jawaban yang benar tapi kurang masuk akal. Mau sampai kapan Lee akan bersekolah di luar? Sudah 15 tahun berlalu semenjak Lee pergi, apa mungkin dia bersekolah selama itu? Pikir Crystal. Terkadang Crystal berpikir bahwa terjadi sesuatu pada kakaknya, tapi ia buang pikiran itu jauh-jauh, ia yakin bahwa kakaknya akan kembali, meskipun entah kapan.

Tapi… Kini, saat di mana Kheynie menduduki bangku SMP pun, dilewatkan tanpa kehadiran Lee.


·


“Ibu, wajah Cliff lucu sekali ‘kan? Coba lihat ini…” Kheynie memperlihatkan anaknya yang baru saja lahir pada Crystal.

“Ya… Akhirnya aku punya cucu juga…” Crystal menggendong cucu barunya dari tempat tidur.

Crystal menatap bayi yang baru lahir itu dengan penuh kasih sayang, perlahan setetes air mata jatuh membasahi pipinya yang mulai keriput karena sudah menua.

Ia bahagia, bahagia melihat cucunya yang terlahir sempurna, kelima jari kecil yang terbentuk indah, mata jernih yang menampakkan kesucian, dan juga bobot tubuhnya yang normal, tentu saja hal itu membuat Crystal bahagia.

Namun tidak hanya tangis kebahagiaan yang turun dari mata Crystal, ada kesedihan juga di sana…

Di hari kelahiran cucunya, kakaknya tidak hadir untuk melihat anak dari keponakannya. Rasa rindu Crystal pada kakaknya itu sudah tidak terbendung lagi, ia sangat ingin bertemu dengan Lee.

Seperti apa wajahnya setelah dua puluh lima tahun tidak bertemu? Pasti wajahnya berubah bukan? Layaknya Crystal sekarang ini, kemudian… Seperti apa istri, anak dan bahkan cucunya? Crystal tahu bahwa kakaknya itu pekerja keras dan sudah pasti memiliki masa depan yang cerah, jadi bukanlah sesuatu yang mustahil jika saat ini Lee sudah hidup bahagia dengan kehadiran istri, anak, dan bahkan cucu.

Tapi apakah ada tanda-tanda bahwa ia akan datang? Jawabannya adalah tidak, selama 25 tahun sama sekali tidak ada kabar tentangnya, bagaimana bisa Crystal mengetahui kapan kakaknya akan datang?

Namun Crystal selalu berpikir positif, ia yakin bahwa kakaknya akan datang, tak peduli berapa tahun pun Crystal harus menunggu.

“Kakak… Cepatlah pulang.”


·


Isak tangis terdengar di ruang santai yang hangat, seorang wanita tua yang tengah duduk bersandar di sebuah sofa menundukkan kepalanya, berhenti untuk melanjutkan cerita yang ia sampaikan pada cucu-cucunya.

“Jadi… Semenjak saat itu, nenek tidak pernah bertemu lagi dengan kakak nenek?” Tanya salah seorang cucunya, dengan suara isakan yang masih terdengar dari mulutnya.

Wanita tua itu mengangguk, senyum tipis terpampang di wajahnya. Ya, wanita tua itu, tak lain adalah Crystal, sebagian besar rambutnya sudah berwarna putih, setiap inci kulitnya sudah dipenuhi oleh kerutan, badannya pun sudah mulai bungkuk, wajah cantiknya pun perlahan pudar seiring kerutan-kerutan yang menghiasi wajahnya, tentu saja, karena umur Crystal saat ini adalah 64 tahun, umur yang terbilang tua.

“Sampai sekarang pun, aku terus menunggunya pulang…” Ucap Crystal, kesedihan tersirat dari cara bicaranya.

Cucu-cucunya yang duduk di hadapannya menangis lagi, tentu saja, siapa yang hatinya tidak tersentuh jika mendengar cerita dari Crystal? Crystal terus menungu kakaknya walaupun waktu telah berlalu selama 47 tahun, dan mungkin waktunya sudah tidak banyak lagi untuk menunggu kakaknya, usianya sudah 64 tahun, tubuhnya sudah lemah, sampai kapan ia harus menunggu kakaknya kembali? Hari demi hari telah Crystal lewatkan tanpa kakaknya, Crystal bisa menjalaninya, tidak ada yang berubah dari hidup Crystal, tapi…

Ada yang berbeda dari hidupnya…

Wajah konyol kakaknya, pelukan hangat dari kakaknya, senyum yang menghangatkan hati Crystal, suaranya yang dapat membuat Crystal nyaman…

Semua itu tidak ada lagi dalam hidup Crystal… Kakaknya yang sangat berarti dalam hidupnya.

“Tapi aku yakin, kakakku pasti akan kembali…” Ucap Crystal, senyum tulus mengembang di wajah keriputnya.


###

“Neneeeeeek!” Panggil salah satu cucu Crystal, Sunny.

Crystal menoleh, ia simpan bingkai foto yang sedari tadi dipegangnya, bingkai foto yang terdapat selembar foto di dalamnya, memperlihatkan sosok Lee dan Crystal yang sedang berangkulan.

“Aku mendapatkan informasi tentang kakakmu! Namanya Lee ‘kan?! Dia tinggal di Tokyo, Jepang!”

Crystal langsung berdiri dari tempat duduknya, segera menghampiri cucunya yang sedang asyik dengan computer.

“Benarkah?! Ya Tuhan… Terima kasih banyak…” Air mata Crystal menetes lagi.

Tiba-tiba Sunny tersentak saat melihat sederet kalimat yang tetera di layar komputernya.

“Nenek… Beliau sudah… Meninggal…”


·


Sebuket bunga diletakkan di atas gundukkan tanah, yang terbaring seseorang di dalamnya.

Tangan kecil yang sudah keriput mengelus batu nisan yang berada di depan gundukkan tanah itu.

“Kakak…”

“Sudah lama sekali, ya… Kita tidak bertemu… Tapi aku sama sekali tidak pernah menyangka, bahwa kita akan bertemu di sini…” Suara itu terdengar bergetar, dan tawa kecil pun terdengar, meskipun tawa yang miris.

“Kakak… Kenapa kakak tidak pernah mengatakan bahwa kakak mengidap penyakit kanker otak? Lalu kakak menjalani operasi pengangkatannya di sini? Kenapa kakak tidak memberitahuku?” Kini air mata mengalir di pipinya, membentuk sungai kecil.

“Kakak, aku tidak menuruti perintah kakak, aku menikah sebelum kakak pulang, kakak juga sudah memiliki keponakan sebelum kakak pulang… Kakak tahu? Saat pernikahan, aku menunggu kakak yang datang dengan gagah, memakai pakaian formal, lalu mendampingiku, dan juga, berkenalan dengan calon adik ipar kakak, tersenyum padaku yang memakai gaun pengantin… Tapi kakak tak datang saat itu. Lalu saat aku melahirkan, aku berharap kakak ada di sampingku, menyemangatiku, dan saat bayi itu lahir, kakak menggendongnya… Dan lagi-lagi semua itu hanya harapan kosong, kakak tidak datang untuk menyemangatiku dan menggendong bayiku. Ah, tidak cuma itu, saat keponakanmu sudah memasuki kelas satu SMP, aku ingin kakak mengantarnya ke sekolah, dan aku dapat melihat sosok kakak yang sedang bercanda dengan keponakanmu itu… Tapi kenapa kakak tidak ada untuk mengantarnya? Kenapa kakak tidak pernah kembali lagi?? Padahal kakak sudah berjanji, kakak sudah berjanji akan pulang… Aku sudah menunggu selama 47 tahun! Tapi, kenapa kakak malah terbaring di sini?? Kenapa, kak?!” Kini tangis wanita tua itu meledak, ia memeluk nisan yang di sana tertera nama kakaknya.

Lalu, bagaikan film yang tak bisa dihentikan, tiba-tiba terbayang saat-saat di mana Crystal melewatkan waktu bersama Lee, kakaknya.

Saat Crystal masih kecil, Lee mendorongkan ayunan Crystal, tawa terdengar jelas dari mulut Lee.

Saat Crystal terjatuh, kakaknya mengobati lukanya, dan menggendongnya sampai rumah, Crystal yang menangis saat itu, dihibur oleh Lee dengan menyanyikan lagu untuknya, lagu yang dinyanyikan Lee untuknya itu, masih terdengar jelas di telinga Crystal.

Lalu saat Crystal berhasil memenangkan olimpiade, kakaknya memberikan sebuket bunga untuknya, senyum Lee yang hangat serta harumnya bunga itu, masih terasa oleh Crystal.

Saat Lee memberikan ramennya pada Crystal, padahal Crystal sendiri tahu bahwa Lee lebih lapar darinya, tapi Lee tetap memberikan ramennya itu, dengan senyuman tulusnya.

Dan terakhir, saat Crystal bercanda dengan Lee di bandara, tangan Lee yang mengusap kepalanya, masih terasa oleh Crystal, lalu punggung Lee yang tegap, masih segar di ingatan Crystal…

Air mata Crystal turun makin deras. Cucunya yang menemaninya, yang sedari tadi diam pun kini mulai menangis, secara perlahan ia peluk neneknya itu dari belakang, mencoba menghiburnya dalam diam.

Akhirnya setelah beberapa lama Crystal pun beranjak dari tempat kakaknya dimakamkan itu, ia mengusap air matanya yang hampir terjatuh. Cucunya pun melakukan hal yang sama.

“Kakak… Mungkin kakak memang tidak menepati janji kakak, tapi aku sudah bertemu denganmu sekarang, jadi… Jangan sedih ya, kak? Aku kuat, kok… Jangan khawatirkan aku… Terima kasih telah menjagaku selama tujuh belas tahun, terima kasih sekali… Selamat tinggal, kak………”

Crystal dan cucunya pun pergi meninggalkan makam itu. Seulas senyum terukir di bibir Crystal. Penungguannya yang pahit memang berakhir pahit juga, tapi… Ia tahu sekarang, bahwa ternyata kakaknya tidak pernah pergi darinya, ya… Secara fisik, kakaknya memang telah meninggalkannya, tapi sebenarnya, Lee terus ada di sampingnya, bahkan amat dekat. Lee terus hidup di dalam hati Crystal, sampai detik ini...


*

*

*

End